TETAP ISTIQAMAH DI TENGAH RAGAM FITNAH

Buletin Kaffah No. 086, 7 Sya’ban 1440 H-12 April 2019 M

TETAP ISTIQAMAH
DI TENGAH RAGAM FITNAH


Saat ini kaum Muslim menghadapi ragam fitnah. Banyak sekali ide-ide batil, rusak dan merusak. Seruan-seruan keburukan berseliweran. Beragam fitnah bertebaran.  Berbagai bentuk kejahiliahan juga dominan saat ini melebihi keadaan jaman jahiliah dulu.

Namun demikian, seruan-seruan kebenaran, kebaikan dan perbaikan juga diserukan di mana-mana. Semangat dan praktik keislaman terus menyebar dan tumbuh meski baru tampak pada individu-individu dan paling banter kelompok atau jamaah.

Dalam situasi sedemikian, tentu penting kita memiliki pedoman. Terkait hal ini, Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi pernah bertanya kepada Rasul saw., “Ya Rasulullah, katakan kepadaku di dalam Islam satu ucapan yang tidak perlu aku tanyakan lagi kepada seorang pun setelah engkau.” Beliau lalu bersabda:

« قُلْ آمَنْتُ بِالله ثُمَّ اسْتَقِمْ »
Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah.” Kemudian istiqamahlah! (HR Ahmad dan Muslim).

Imam an-Nawawi di dalam Syarh al-Arba’în menjelaskan pesan Rasul saw. itu, yakni: Berimanlah kepada Allah semata, kemudian beristiqamahlah di atas keimanan itu dan di atas ketaatan sampai dimatikan oleh Allah. Umar bin al-Khaththab ra. berkata, “Istiqamahlah dalam ketaatan kepada Allah dan jangan kalian menyimpang.”

Dalam pesan itu, Nabi saw. menyuruh Sufyan  (tentu termasuk kita) untuk memperbarui keimanan dengan lisan dan selalu ingat dengan hati. Nabi saw. menyuruh Sufyan dan kita untuk selalu istiqamah dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi seluruh penyimpangan.  Sikap istiqamah tidak akan terwujud seiring dengan suatu kebengkokan karena kebengkokan adalah lawan dari istiqamah. 

Istiqamah berarti teguh di atas jalan yang lurus. Jalan yang lurus hanyalah Islam; akidah dan syariahnya. Allah SWT berfirman:

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Sungguh (Islam) inilah jalan-Ku yang lurus. Karena itu ikutilah jalan itu. janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain karena jalan-jalan itu pasti mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa (TQS al-An’am [6]: 153).

Dengan demikian keistiqamahan hanyalah bisa diwujudkan dengan mengikuti Islam, meyakini akidahnya dan mengamalkan syariahnya serta mengikuti manhaj dan sistemnya. Ayat ini sekaligus memperingatkan kita agar jangan sampai mengikuti  selain Islam, baik agama (seperti Yahudi, Nasrani, Majusi dan paganisme) ataupun paham/ideologi yang dikenal belakangan seperti kapitalisme, sosialisme, sekulerisme, demokrasi, liberalisme, nasionalisme dan lainnya. Sebab semua agama, ideologi, ajaran dan paham selain Islam adalah sesat dan menyesatkan, serta pasti menimbulkan kerusakan dan kemurkaan Allah SWT. Apa yang terjadi dan dialami oleh umat manusia, termasuk kaum Muslim, saat ini merupakan bukti atas hal itu.

Sampai kapan semua itu akan terus terjadi? Sampai kapan agama, ajaran, manhaj, ideologi dan isme selain Islam itu akan terus diikuti? Bukankah atas dasar iman dan tuntutan fakta yang ada, semua itu harus segera diakhiri dan ditinggalkan? Bukankah sudah selayaknya kita kembali mengikuti dan menjalankan akidah dan syariah Islam? Bukankah hanya dengan itu bisa diraih keridhaan dan keberkahan dari Allah SWT?

Keistiqamahan dalam totalitas ketaatan kepada Allah-lah yang akan mengantarkan kita pada keselamatan, kebaikan dan keberkahan. Keistiqamahan menuntut keteguhan dan lurus dalam keimanan, menjalankan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai kemaksiatan. Keistiqamahan juga menuntut kita selalu teguh dan tiada henti mendakwahkan akidah dan syariah Islam. Itulah keistiqamahan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Istiqamahlah kamu (tetaplah kamu di atas kebenaran) sebagaimana kamu diperintahkan demikian, juga siapa saja yang telah bertobat bersama kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh Dia Maha Melihat apa yang kalian kerjakan (TQS Hud [12]: 112).

Imam al-Baghawi (w. 516 H) di dalam Ma’âlim at-Tanzîl (Tafsir al-Baghâwi) menjelaskan makna ayat di atas, yakni beristiqamahlah kamu di atas agama Tuhanmu (Islam), amalkan serta dakwahkan (Islam) seperti yang diperintahkan kepada kamu. Frasa “dan siapa saja yang telah bertobat bersama kamu” bermakna: dan orang yang beriman bersama kamu, hendaklah juga  beristiqamah.

Di antara sikap istiqamah adalah tidak condong dan cenderung kepada orang zalim. Sikap ini penting dalam mewujudkan keistiqamahan. Karena itulah, setelah ayat di atas, Allah SWT berfirman:

وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ
Janganlah kalian cenderung kepada kaum yang zalim, yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan (TQS Hud [12]: 113).

Terkait ayat di atas, Abu al-‘Aliyah berkata, “Janganlah kalian meridhai perbuatan mereka.”

Ibnu Abbas ra. berkata, “Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim. Ucapan ini adalah baik. Maknanya, janganlah kalian membantu kezaliman sehingga kalian seolah meridhai perbuatan mereka lainnya. Frasa ‘yang menyebabkan kalian disentuh api neraka dan sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan’ bermakna: tidak ada bagi kalian—selain  Allah—penolong yang menyelamatkan kalian dan tidak ada penolong yang membebaskan kalian dari azab-Nya.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm).

Jika condong dan ridha kepada orang zalim saja dilarang dan bisa mendatangkan akibat yang mengerikan, tentu lebih dilarang lagi mendukung dan membantu kezaliman orang zalim itu. Apalagi dengan mengangkat orang zalim sebagai pemimpin sehingga kezalimannya menimpa banyak orang bahkan seluruh rakyat.

Selain istiqamah dalam menjalankan Islam, Allah SWT juga memerintahkan kita agar istiqamah mendakwahkan Islam. Allah SWT berfirman:

فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ...
Karena itu serulah (mereka) dan istiqamahlah sebagaimana kamu diperintah demikian dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka… (TQS asy-Syara [42]: 15).

Imam Nashiruddin al-Baydhawi (w. 691 H) di dalam Anwâr at-Tanzîl wa Asrâru at-Ta`wîl (Tafsîr al-Baiydhâwî) menjelaskan makna ayat ini, “Untuk itu “serulah” pada persatuan di atas agama yang lurus (millah hanîfiyah) atau mengikuti apa saja yang diberikan kepada kamu; “dan istiqamahlah sebagaimana yang diperintahkan kepadamu”, yakni beristiqamahlah di jalan dakwah seperti yang diperintahkan kepada kamu; “dan jangan kamu ikuti hawa nafsu mereka”, yakni yang batil.

Istiqamah di jalan dakwah ini mencakup istiqamah mengamalkan metode dan manhaj dakwah Rasul saw., sekaligus meninggalkan selain metode dan manhaj dakwah beliau. Sebab metode dakwah adalah bagian dari sunnah (jalan) Rasul saw. Mengikuti jalan selain jalan Rasul saw. hanya akan makin menjauhkan kita dari Islam dan tentu akan berujung pada kegagalan.

Istiqamah dalam dakwah mencakup istiqamah menyerukan akidah Islam serta istiqamah mengajak manusia untuk mengambil syariah Islam sebagai pedoman dan jalan kehidupan. Dakwah dan seruan demikian tetap dilakukan dengan penuh kesabaran dalam keadaan apapun, baik ketika atmosfer dakwah sedang bagus dan terbuka ataupun ketika banyak rintangan dan halangan menghadang. Dakwah juga tetap dijalankan di bawah penguasa yang zalim dan otoriter; apalagi di bawah penguasa yang tidak otoriter, yang fair, terbuka dan memfasilitasi dakwah. Begitu pula istiqamah menjalankan amar makruf nahi mungkar dan muhasabah (koreksi dan kritik) kepada penguasa; harus tetap dilakukan, siapapun penguasanya. 

Istiqamah dalam dakwah juga mengharuskan keteguhan memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah meski terasa jauh dan lama dalam pandangan menurut akal manusia. Sikap ini berbeda dengan sikap orang munafik sebagaimana yang digambarkan dalam firman Allah SWT:

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لاَّتَّبَعُوكَ وَلَٰكِن بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ
Kalaulah (yang kamu serukan kepada mereka) itu merupakan tujuan yang dekat dan mudah dicapai serta perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikuti kamu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka... (TQS at-Taubah [9]: 42).

Begitulah keistiqamahan menjalankan Islam, yakni istiqamah dalam keimanan; istiqamah dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan; istiqamah dalam mendakwahkan Islam; serta istiqamah dalam memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []


Hikmah:

Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
Sungguh orang-orang yang berkata, "Tuhan kami ialah Allah," kemudian mereka istiqamah, pasti malaikat akan turun kepada mereka dengan berkata, "Janganlah kalian takut dan jangan merasa sedih serta gembirakanlah mereka dengan surga yang telah Allah janjikan kepada kalian (TQS Fushshilat [41]: 30). []


[SELENGKAPNYA] Buletin Kaffah semua Edisi dari edisi 1