PEMIMPIN ADIL DAN AMANAH (kaffah 87)

Buletin Kaffah No. 087, 14 Sya’ban 1440 H-19 April 2019 M

PEMIMPIN ADIL DAN AMANAH

Dalam Islam, kekuasaan tentu amat penting. Untuk apa? Tidak lain untuk menegakkan, memelihara dan mengemban agama ini.
Pentingnya kekuasaan sejak awal disadari oleh Rasulullah saw. Inilah yang diisyaratkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya:
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17]: 80).

Imam Ibnu Katsir, saat menjelaskan frasa “waj’alli min ladunka sulthân[an] nashîrâ” dalam ayat di atas, dengan mengutip Qatadah, menyatakan, “Dalam ayat ini jelas Rasulullah saw. menyadari bahwa tidak ada kemampuan bagi beliau untuk menegakkan agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah beliau memohon kepada Allah kekuasaan yang bisa menolong, yakni untuk menerapkan Kitabullah, memberlakukan hudûd Allah, melaksanakan ragam kewajiban dari Allah dan menegakkan agama Allah…” (Tafsîr Ibn Katsîr, 5/111).
            Karena itu tepat ungkapan para ulama saat menjelaskan pentingnya agama berdampingan dengan kekuasaan:
اَلدِّيْنُ وَ السُّلْطَانُ تَوْأَمَانِ وَ قِيْلَ الدِّيْنُ أُسٌّ وَ السُّلْطَانُ حَارِسٌ فَمَا لاَ أُسَّ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَ مَا لاَ حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah fondasi, sementara kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak berpondasi bakal hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap (Abu Abdillah al-Qal’i, Tadrîb ar-Riyâsah wa Tartîb as-Siyâsah, 1/81).
           
Imam al-Ghazali juga menjelaskan:
اَلدِّيْنُ وَ الْمُلْكُ تَوْأَمَانِ مِثْلُ أَخَوَيْنِ وَلَدَا مِنْ بَطْنٍ وَاحِدٍ
Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar, seperti dua saudara yang lahir dari satu perut yang sama (Al-Ghazali, At-Tibr al-Masbûk fî Nashîhah al-Mulk, 1/19).

Apa yang dinyatakan oleh Imam al-Ghazali setidaknya menegaskan apa yang pernah dinyatakan sebelumnya oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz di dalam surat yang beliau tujukan kepada salah seorang amil-nya. Di dalam surat tersebut antara lain beliau mengungkapkan:
وَ الدِّيْنُ وَ الْمُلْكُ تَوْأَمَانِ فَلاَ يَسْتَغْنِي أَحَدُهُمَا عَنِ اْلآخَرِ
Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Tidak cukup salah satunya tanpa didukung oleh yang lain (Abdul Hayyi al-Kattani, Tarâtib al-Idâriyah [Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah], 1/395).

            Berdasarkan makna firman Allah SWT dan penegasan para ulama di atas bisa disimpulkan: Pertama, sejak awal Islam dan kekuasaan tak bisa dipisahkan. Keduanya saling berdampingan dan menguatkan. Kedua, sejak awal pula kekuasaan diorientasikan untuk menegakkan dan menjaga agama (Islam). Karena itu sepanjang sejarah politik Islam, sejak zaman Rasulullah saw. yang berhasil menegakkan kekuasaan dengan mendirikan pemerintahan Islam (Daulah Islam) di Madinah, yang kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem Khilafahnya, hingga berlanjut pada masa Khilafah Umayyah, Abasiyyah dan Utsmaniyyah—selama tidak kurang dari 14 abad—kekuasaan selalu diorientasikan untuk menegakkan, memelihara bahkan mengemban Islam.
Alhasil, meraih kekuasaan sangatlah penting. Namun, yang lebih penting, kekuasaan itu harus diorientasikan untuk menegakkan, memelihara dan mengemban Islam. Dengan kata lain, penting dan wajib menjadikan orang Muslim berkuasa, tetapi lebih penting dan lebih wajib lagi menjadikan Islam berkuasa, yakni dengan menjadikan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan untuk mengatur negara, bukan yang lain.

Pemimpin yang Amanah
            Dalam Islam, pemimpin haruslah amanah. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang bukan hanya tidak mengkhianati rakyat yang telah memilih dirinya, tetapi yang lebih penting adalah tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Di dalam al-Quran Allah SWT telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta jangan mengkhianati amanah-amanah kalian, sementara kalian tahu (TQS al-Anfal [8]: 27).

            Menurut Ibnu Abbas ra., ayat tersebut bermakna, “Janganlah kalian mengkhianati Allah dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban-Nya dan jangan mengkhianati Rasulullah dengan menanggalkan sunnah-sunnah (ajaran dan tuntunan)-nya...” (Al-Qinuji, Fath al-Bayan fî Maqâshid al-Qur’ân, 1/162).
            Adapun yang dimaksud dengan amanah dalam ayat di atas—yang haram dikhianati—adalah apa saja yang telah diamanahkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya (Lihat: Ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsir, 1/367).
Tentu, kekuasan adalah bagian dari amanah, bahkan salah satu amanah yang amat penting, yang haram untuk dikhianati. Keharaman melakukan pengkhianatan terhadap amanah, selain didasarkan pada ayat di atas, juga antara lain didasarkan pada hadis penuturan Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ: إِذَا حَدَثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
Ada tiga perkara, yang siapapun melakukan tiga perkara tersebut, dia tergolong orang munafik—meski dia shaum, shalat dan mengklaim dirinya Muslim—yaitu: jika berkata, dusta; jika berjanji, ingkar; dan jika diberi amanah, khianat (Ibn Bathah, Al-Ibânah al-Kubrâ, 2/697).
            Karena itu siapa pun yang menjadi pemimpin wajib amanah. Haram melakukan pengkhianatan. Apalagi Rasulullah saw. telah bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلاَّ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk mengurusi rakyat, lalu tidak menjalankan urusannya itu dengan penuh loyalitas, kecuali dia tidak akan mencium bau surga (HR al-Bukhari).

Rasulullah saw. juga bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ اِسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ وَ هُوَ لَهَا غَاشٌ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ اْلجَنَّةَ
Tidaklah seorang hamba diserahi oleh Allah urusan rakyat, kemudian dia mati, sedangkan dia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya (HR Muslim).

Terkait dengan hadis di atas, Imam an-Nawawi, di dalam Syarh Shahîh Muslim, mengutip pernyataan Fudhail bin Iyadh, “Hadis ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah SWT untuk mengurus urusan kaum Muslim, baik urusan agama maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Jika seseorang berkhianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepada dirinya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah). Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjihad untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka. Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah mengkhianati umat.”

Pemimpin yang Adil
       Selain amanah, seorang pemimpin juga wajib memimpin dengan adil. Sayang, sistem demokrasi sekular saat ini sering melahirkan pemimpin yang tidak adil alias fasik dan zalim. Mengapa? Sebab sistem demokrasi sekular memang tidak mensyaratkan pemimpin atau penguasanya untuk memerintah dengan hukum Allah SWT. Saat penguasa tidak memerintah atau tidak berhukum dengan hukum Allah SWT, jelas dia telah berlaku zalim. Allah SWT sendiri yang menegaskan demikian:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Siapa saja yang tidak memerintah dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah pelaku kezaliman (TQS al-Maidah [5]: 5).

Alhasil, seorang pemimpin baru bisa dan baru layak disebut sebagai pemimpin yang adil saat memerintah berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, bukan dengan yang lain.

Khatimah
Sejak Rasulullah saw. diutus, tidak ada masyarakat yang mampu melahirkan para pemimpin yang amanah dan adil kecuali dalam masyarakat yang menerapkan sistem Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dalam kearifan, keberanian dan ketegasan mereka dalam membela Islam dan kaum Muslim. Mereka adalah negarawan-negarawan ulung yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan ditakuti oleh lawan-lawannya. Mereka juga termasyhur sebagai pemimpin yang memiliki akhlak yang agung dan luhur. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, misalnya, adalah sosok penguasa yang terkenal sabar dan lembut. Namun, beliau juga terkenal sebagai pemimpin yang berani dan tegas. Tatkala sebagian kaum Muslim menolak kewajiban zakat, misalnya, beliau segera memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi mereka. Demikian pula saat banyak orng yang murtad dan memberontak. Dengan begitu stabilitas dan kewibawaan Negara Islam bisa dipertahankan meskipun harus mengambil risiko perang. Khalifah Umar bin al-Khaththab sendiri terkenal sebagai penguasa yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak benar (Lihat: Târîkh al-Islâm, II/388; dan Tahdzîb at-Tahdzîb, XII/267).
Begitulah pemimpin saat menerapkan syariah Islam. WalLâhu a’lam. []


Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. pun bersabda:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Abu Nu‘aim).

TETAP ISTIQAMAH DI TENGAH RAGAM FITNAH

Buletin Kaffah No. 086, 7 Sya’ban 1440 H-12 April 2019 M

TETAP ISTIQAMAH
DI TENGAH RAGAM FITNAH


Saat ini kaum Muslim menghadapi ragam fitnah. Banyak sekali ide-ide batil, rusak dan merusak. Seruan-seruan keburukan berseliweran. Beragam fitnah bertebaran.  Berbagai bentuk kejahiliahan juga dominan saat ini melebihi keadaan jaman jahiliah dulu.

Namun demikian, seruan-seruan kebenaran, kebaikan dan perbaikan juga diserukan di mana-mana. Semangat dan praktik keislaman terus menyebar dan tumbuh meski baru tampak pada individu-individu dan paling banter kelompok atau jamaah.

Dalam situasi sedemikian, tentu penting kita memiliki pedoman. Terkait hal ini, Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi pernah bertanya kepada Rasul saw., “Ya Rasulullah, katakan kepadaku di dalam Islam satu ucapan yang tidak perlu aku tanyakan lagi kepada seorang pun setelah engkau.” Beliau lalu bersabda:

« قُلْ آمَنْتُ بِالله ثُمَّ اسْتَقِمْ »
Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah.” Kemudian istiqamahlah! (HR Ahmad dan Muslim).

Imam an-Nawawi di dalam Syarh al-Arba’în menjelaskan pesan Rasul saw. itu, yakni: Berimanlah kepada Allah semata, kemudian beristiqamahlah di atas keimanan itu dan di atas ketaatan sampai dimatikan oleh Allah. Umar bin al-Khaththab ra. berkata, “Istiqamahlah dalam ketaatan kepada Allah dan jangan kalian menyimpang.”

Dalam pesan itu, Nabi saw. menyuruh Sufyan  (tentu termasuk kita) untuk memperbarui keimanan dengan lisan dan selalu ingat dengan hati. Nabi saw. menyuruh Sufyan dan kita untuk selalu istiqamah dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi seluruh penyimpangan.  Sikap istiqamah tidak akan terwujud seiring dengan suatu kebengkokan karena kebengkokan adalah lawan dari istiqamah. 

Istiqamah berarti teguh di atas jalan yang lurus. Jalan yang lurus hanyalah Islam; akidah dan syariahnya. Allah SWT berfirman:

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Sungguh (Islam) inilah jalan-Ku yang lurus. Karena itu ikutilah jalan itu. janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain karena jalan-jalan itu pasti mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa (TQS al-An’am [6]: 153).

Dengan demikian keistiqamahan hanyalah bisa diwujudkan dengan mengikuti Islam, meyakini akidahnya dan mengamalkan syariahnya serta mengikuti manhaj dan sistemnya. Ayat ini sekaligus memperingatkan kita agar jangan sampai mengikuti  selain Islam, baik agama (seperti Yahudi, Nasrani, Majusi dan paganisme) ataupun paham/ideologi yang dikenal belakangan seperti kapitalisme, sosialisme, sekulerisme, demokrasi, liberalisme, nasionalisme dan lainnya. Sebab semua agama, ideologi, ajaran dan paham selain Islam adalah sesat dan menyesatkan, serta pasti menimbulkan kerusakan dan kemurkaan Allah SWT. Apa yang terjadi dan dialami oleh umat manusia, termasuk kaum Muslim, saat ini merupakan bukti atas hal itu.

Sampai kapan semua itu akan terus terjadi? Sampai kapan agama, ajaran, manhaj, ideologi dan isme selain Islam itu akan terus diikuti? Bukankah atas dasar iman dan tuntutan fakta yang ada, semua itu harus segera diakhiri dan ditinggalkan? Bukankah sudah selayaknya kita kembali mengikuti dan menjalankan akidah dan syariah Islam? Bukankah hanya dengan itu bisa diraih keridhaan dan keberkahan dari Allah SWT?

Keistiqamahan dalam totalitas ketaatan kepada Allah-lah yang akan mengantarkan kita pada keselamatan, kebaikan dan keberkahan. Keistiqamahan menuntut keteguhan dan lurus dalam keimanan, menjalankan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai kemaksiatan. Keistiqamahan juga menuntut kita selalu teguh dan tiada henti mendakwahkan akidah dan syariah Islam. Itulah keistiqamahan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Istiqamahlah kamu (tetaplah kamu di atas kebenaran) sebagaimana kamu diperintahkan demikian, juga siapa saja yang telah bertobat bersama kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh Dia Maha Melihat apa yang kalian kerjakan (TQS Hud [12]: 112).

Imam al-Baghawi (w. 516 H) di dalam Ma’âlim at-Tanzîl (Tafsir al-Baghâwi) menjelaskan makna ayat di atas, yakni beristiqamahlah kamu di atas agama Tuhanmu (Islam), amalkan serta dakwahkan (Islam) seperti yang diperintahkan kepada kamu. Frasa “dan siapa saja yang telah bertobat bersama kamu” bermakna: dan orang yang beriman bersama kamu, hendaklah juga  beristiqamah.

Di antara sikap istiqamah adalah tidak condong dan cenderung kepada orang zalim. Sikap ini penting dalam mewujudkan keistiqamahan. Karena itulah, setelah ayat di atas, Allah SWT berfirman:

وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ
Janganlah kalian cenderung kepada kaum yang zalim, yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan (TQS Hud [12]: 113).

Terkait ayat di atas, Abu al-‘Aliyah berkata, “Janganlah kalian meridhai perbuatan mereka.”

Ibnu Abbas ra. berkata, “Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim. Ucapan ini adalah baik. Maknanya, janganlah kalian membantu kezaliman sehingga kalian seolah meridhai perbuatan mereka lainnya. Frasa ‘yang menyebabkan kalian disentuh api neraka dan sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan’ bermakna: tidak ada bagi kalian—selain  Allah—penolong yang menyelamatkan kalian dan tidak ada penolong yang membebaskan kalian dari azab-Nya.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm).

Jika condong dan ridha kepada orang zalim saja dilarang dan bisa mendatangkan akibat yang mengerikan, tentu lebih dilarang lagi mendukung dan membantu kezaliman orang zalim itu. Apalagi dengan mengangkat orang zalim sebagai pemimpin sehingga kezalimannya menimpa banyak orang bahkan seluruh rakyat.

Selain istiqamah dalam menjalankan Islam, Allah SWT juga memerintahkan kita agar istiqamah mendakwahkan Islam. Allah SWT berfirman:

فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ...
Karena itu serulah (mereka) dan istiqamahlah sebagaimana kamu diperintah demikian dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka… (TQS asy-Syara [42]: 15).

Imam Nashiruddin al-Baydhawi (w. 691 H) di dalam Anwâr at-Tanzîl wa Asrâru at-Ta`wîl (Tafsîr al-Baiydhâwî) menjelaskan makna ayat ini, “Untuk itu “serulah” pada persatuan di atas agama yang lurus (millah hanîfiyah) atau mengikuti apa saja yang diberikan kepada kamu; “dan istiqamahlah sebagaimana yang diperintahkan kepadamu”, yakni beristiqamahlah di jalan dakwah seperti yang diperintahkan kepada kamu; “dan jangan kamu ikuti hawa nafsu mereka”, yakni yang batil.

Istiqamah di jalan dakwah ini mencakup istiqamah mengamalkan metode dan manhaj dakwah Rasul saw., sekaligus meninggalkan selain metode dan manhaj dakwah beliau. Sebab metode dakwah adalah bagian dari sunnah (jalan) Rasul saw. Mengikuti jalan selain jalan Rasul saw. hanya akan makin menjauhkan kita dari Islam dan tentu akan berujung pada kegagalan.

Istiqamah dalam dakwah mencakup istiqamah menyerukan akidah Islam serta istiqamah mengajak manusia untuk mengambil syariah Islam sebagai pedoman dan jalan kehidupan. Dakwah dan seruan demikian tetap dilakukan dengan penuh kesabaran dalam keadaan apapun, baik ketika atmosfer dakwah sedang bagus dan terbuka ataupun ketika banyak rintangan dan halangan menghadang. Dakwah juga tetap dijalankan di bawah penguasa yang zalim dan otoriter; apalagi di bawah penguasa yang tidak otoriter, yang fair, terbuka dan memfasilitasi dakwah. Begitu pula istiqamah menjalankan amar makruf nahi mungkar dan muhasabah (koreksi dan kritik) kepada penguasa; harus tetap dilakukan, siapapun penguasanya. 

Istiqamah dalam dakwah juga mengharuskan keteguhan memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah meski terasa jauh dan lama dalam pandangan menurut akal manusia. Sikap ini berbeda dengan sikap orang munafik sebagaimana yang digambarkan dalam firman Allah SWT:

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لاَّتَّبَعُوكَ وَلَٰكِن بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ
Kalaulah (yang kamu serukan kepada mereka) itu merupakan tujuan yang dekat dan mudah dicapai serta perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikuti kamu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka... (TQS at-Taubah [9]: 42).

Begitulah keistiqamahan menjalankan Islam, yakni istiqamah dalam keimanan; istiqamah dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan; istiqamah dalam mendakwahkan Islam; serta istiqamah dalam memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []


Hikmah:

Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
Sungguh orang-orang yang berkata, "Tuhan kami ialah Allah," kemudian mereka istiqamah, pasti malaikat akan turun kepada mereka dengan berkata, "Janganlah kalian takut dan jangan merasa sedih serta gembirakanlah mereka dengan surga yang telah Allah janjikan kepada kalian (TQS Fushshilat [41]: 30). []


[SELENGKAPNYA] Buletin Kaffah semua Edisi dari edisi 1

Final Piala Presiden 2019 Arema vs Persebaya

📢MALANG DUWE GAWE!!!

Bagi dulur-dulur di Jawa Timur yang mau masuk ke Malang atau mau keluar Malang, disarankan untuk tidak berangkat di hari Jumat.
Dikarenakan hari Jumat tanggal 12 April 2019 Malang Raya punya agenda besar

1. Final Piala Presiden 2019 Arema vs Persebaya
2. Final Piala Presiden di hadiri RI 1 Joko Widodo
3. Kampanye terbuka Capres 02 Prabowo-Sandi
4. Konvoi Besar Aremania se-Malang Raya

Dan di sarankan untuk dulur-dulur yang memiliki kendaraan dengan Plat Nomor L (surabaya) dan W (sidoarjo) untuk tidak nekat masuk wilayah Malang raya di hari tersebut (atas saran dari POLRI) demi keselamatan dulur semua.
Terima kasih dan monggo dibantu share untuk kenyamanan masyarakat Jawa Timur bersama.
🙏🙏🙏

anak remaja putri Di Pontianak, beramai ramai mengeroyok

Bismillaahirrohmaanirrohiim

#justiceforaudrey

Saat ramai berbagai komunitas lucu lucu membuat hariku pink..

Lalu kemudian biru..
Membaca berita.. anak remaja putri Di Pontianak, beramai ramai mengeroyok seorang remaja putri SMP lainnya, sadis.. sampai ada adegan mencolokkan benda tajam ke kemaluan sampai infeksi..

Mirisnya, dikantor polisi, sempat sempatnya mereka membuat video boomerang buat mengisi waktu senggang sembari menunggu antrian penyelidikan..

tak merasa bersalah..
Berdarah dingin..

😭

Ayah.. Bunda..
Pulanglah ke rumah..

Pulanglah..
Pulang jiwa dan raganya..
Peluk anak anak kita..
Peluk..

Jangan biarkan mereka ter aniaya..
Apalagi menganiaya..

😭
Yana Nurliana
----------------------------------------------
Ya Allah...hatiku teriris-iris baca ini 😭😭😭
Sebegitu dinginkah generasi saat ini? Sejak belia sudah merasa hebat karena ada "Bekingan"

Tak pernahkah mereka diajarkan mengenai akhirat?! Tahukah mereka akan adanya Neraka?!
Tahukah mereka bahwasanya mereka akan sendirian ketika sudah melewati hari akhir?!

Ya Allah....jadikan kami dan keturunan-keturunan kami adalah manusia-manusia yang takut kepadaMu,
Sehingga kami bertaqwa, sehingga kami beriman kepada AlQuran sebagai pedoman hidup, sebagai petunjuk bagaimana kami harus hidup dan bagaimana kehidupan setelah mati 😢😢

~ Tyas ~

Baksos Kesehatan Mata Dalam rangka Sambut Ramadhan

#BAKSOS

Saatnya untuk :
TENGOK KANAN TENGOK KIRI
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨

Baksos Kesehatan Mata
Dalam rangka Sambut Ramadhan


Mohon bantuan dari Bapak Ibu untuk sejenak TENGOK KANAN TENGOK KIRI, apabila ada diantara saudara-saudara kita yang membutuhkan layanan kesehatan mata, dari :
1⃣ Keluarga yang kurang mampu
2⃣ Guru-guru pengajar Al-Quran (TPQ, rumah tahfidz, sekolah, pondok, dll)
3⃣ Adik-adik penghafal Al-Quran
4⃣ Profesi yang mendedikasikan dirinya untuk kebaikan masyarakat
5⃣ Masyarakat umum, dll
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨

Maka dalam program ini, kami akan memberikan layanan :
🇲🇨 Pemeriksaan mata gratis
🇲🇨 Konsultasi dan terapi gratis
🇲🇨 Bantuan kacamata bersubsidi. Pembayaran seikhlasnya, sesuai kemampuan pasien. Disediakan kacamata senilai 300-400 ribu. Silahkan, bisa memilih subsidi 25%, 50%, 75%, hingga 100% (gratis)
🇲🇨 Bantuan operasi katarak bersubsidi. Biaya yang semula 6, 8, 10 dan 12 juta, silahkan di bayar seikhlasnya, sesuai kemampuan pasien
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨

🇲🇨 Waktu pelaksanaan
Senin sampai Kamis : 8-11 April 2019
Senin sampai Kamis : 15-18 April 2019

🇲🇨 Jam pelaksanaan
08.00 - 11.00

🇲🇨 Tempat pelaksanaan
Klinik Refraksi Mata Sahabat Keluarga
Villa Jasmine 2, B-9 Suko Sidoarjo

0858 5266 0123
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨

Demikian informasi yang bisa disampaikan, sekiranya bisa bermanfaat untuk saudara-saudara yang lain, silahkan informasi ini dibagikan kepada yang lainnya. Semoga menjadi kebaikan untuk Bapak Ibu semuanya

Akhirnya kami sampaikan banyak terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya. Jazaakumullohu khoir

NB:
Jika Bapak Ibu berkeinginan untuk mewaqafkan Al-Quran untuk pasien-pasiean yang penglihatannya telah pulih pasca berobat, maka bisa dikirimkan pada alamat diatas. Baik Al-Quran terjemah per kata, Al-Quran hafalan untuk adik-adik penghafal Al-Quran, maupun Al-Quran ukuran besar untuk pasien-pasien yang sudah berusia lanjut

Salam hormat
Khris Abu Abdillah (0858 5266 0123)

Optometris of Refraction Center
Sahabat Keluarga
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨

bisa untuk dishare